Bank sampah di RW 03, Kelurahan Rawajati, Pancoran, Jakarta Selatan, akan dijadikan proyek percontohan untuk seluruh RW di DKI Jakarta dalam mengelola sampah rumah tangga. Dengan adanya bank sampah selain dapat mengurangi volume sampah di Jakarta, juga dapat menimbulkan nilai ekonomis untuk warga.
""Tempat ini akan kita jadikan proyek percontohan pengolahan sampah tingkat RW. Pengolahannya cukup efektip dan bermanfaat dan sangat efisien yang sangat luar biasa apabila diterapkan di seluruh RW di Provinsi DKI Jakarta yang jumlahnya 2.072 RW. Ini akan menambah citra Jakarta bersih dari sdampah ,"" kata Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta yang didampingi Anas Efendi walikota Jaksel dan Kadis Kebersiha DKI Jakarta Eko Baruno saat meninjau Bank Sampah di RW 03 Rawajati, Pancoran, Jumat (6/7).
Menurut Fauzi, perlu adanya kesadaran penuh dari masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah. Dan ditempat ini, sampah akan dipilah sesuai jenisnya hingga terdapat sampah yang benar-benar tidak punya nilai lagi. ""Saat ini dari 32 meter kubik sampah yang ada disini perminggu, dapat diolah menjadi kompos 3,5 meter kubik dan 2 meter kubik di proses melalui bank sampah. Ini sudah mencapai 15 persen dari volume sampahnya, dan harus dicontoh untuk seluruh RW di Jakarta,""ujarnya .
Saya berharap lagi lebih banyak RW yang bisa mengolah sampah dengan cara seperti ini cara yang efektif yang pada akhirnya merubah citra sampah ini dari hal sangat menjijikan menjadikan sampah punya nilai ekonomis buat warga masyarakat,”tambah Fauzi Bowo.
Sementara itu Kepala Dinas DKI Jakarta, Eko Baruna menambahkan, volume sampah di Jakarta dalam sehari sejumlah 6500 ton. Dan dari jumlah tersebut, yang bisa masuk dalam program Reduce, Reuse, Recycle (3R) baru 3-5 persen. ""Setiap hari baru ada 300-500 ton sampah yang bisa diolah lagi. Masih sangat kurang, karena itu bank sampah salah satu cara membantu pemerintah menangani sampah,"" tandasnya.
Ketua Bank Sampah RW 03 Rawajati, Niniek Nuryanto mengatakan saat ini bank sampah yang dikelolanya dalam seminggu dapat mengumpulkan 214 kilogram sampah un organik. Sedangkan sampah organik yang dapat diolah mencapai 9 meter kubik atau sekitar 2 ton. ""Jumlah memang lebih sedikit dari volume sampah dilingkungan kami. Karena sebagian besar rumah tangga sudah memiliki pengolahan kompos sendiri,""jelasnya. ""Dari 300 lebih kk, ada 195 kk yang sudah memiliki pembuatan kompos sendiri. Selain itu, ada beberapa warga yang lebih suka menjual sampah un organik ke tukang loak karena harganya lebih mahal,"" ujarnya.
Di bank sampah ini, anggota punya buku tabungan sampah kering (Tasake) masing-masing yang menunjukkan jumlah sampah yang sudah disetor per bulan. ""Dari hasil setoran itu, anggota akan mendapat bayaran sesuai harga dari sampah yang disetor. Bayarannya diberikan pada bulan berikutnya. Untuk koran/kadus dibeli Rp 700/kg, aluminium/logam Rp 9ribu/kg, plastik kresek Rp 400/kg, gelas dan botol air mineral Rp 2700/kg, buku dan majalah Rp 400/kg. ""Harga ini bisa berubah setiap minggunya, tergantung dari pengumpul besarnya. Kita sudah diminta oleh salah satu perusahaan air mineral untuk gelas dan botolnya, tapi belum mampu untuk menyediakan 100 kilogram per minggu,"" ujarnya.